Elena in coffee

Elena in coffee
Untukmu kawan, akan ada secangkir kopi dan obrolan tanpa dusta di rumahku....

Selasa, 22 Februari 2011

Tuhan Di Bumi Hari ini



Aku masih ingat, waktu itu sore hari yang biasa, tapi kulihat keponakanku lagi sedih, aku tak perlu bertanya kenapa, orang tuanya lagi ada masalah keuangan kukira kalau mengingat perbincanganku dengan mereka kemarin. Bagi seorang anak 15tahunan, melihat dirumahnya orang-orang lagi bersuara dengan nada tinggi tentu bukan hal yang nyaman untuk didengarkan dan seperti biasa kita alami, masalah manusia sering kali berbanding lurus dengan apa yang mereka namakan uang.
Aku berinisiatif mengajaknya ke pameran buku yang sedang diadakan di sebuah gedung tua di kotaku, kujanjikan padanya akan kubelikan dia sebuah buku karena ku tahu dia dari kecil suka akan buku, dari saat SD dimana buku-buku dikamarnya adalah komik Jepang hingga hari ini dia bahkan sudah memeluk buku “Lapar Negri Salah Urus” karangan Khudori, sebuah buku yang mestinya “terlalu berat” untuk anak SMP, tapi dia bilang buku itu cukup membantu tugas nulis di sekolahnya.
Aku lupa dia beli buku apa hari itu, aku sendiri membeli sebuah buku kecil tapi tebal berwarna biru dengan gambar kepala plontos berkaca mata hitam, tak tahu inspirasi dari mana tetapi judulnya menarik perhatianku. Perdagangan Realitas judulnya, karangan Michael Ridpath terbitan Gramedia tahun 1999. pikirku saat itu “emangnya realitas (yang kupahami sebagai terjemahan dari kenyataan) bisa diperjual belikan?”, kok bisa wong kenyataan jadi komoditas? Yang kutahu yang diperjual belikan itu ya barang dan jasa (sepotong ingatanku soal ekonomi dari pelajaran di sekolah dasar dulu), sedangkan sebuah kenyataan ya kenyataan, bagaimana kita mau beli kenyataan?. Dan karena judulnya provokatif gitu akhirnya kubeli buku itu dan kubaca dirumah.

Nah, saat kemarin temenku cerita kalau dia sekarang menganggur karena adanya pengurangan buruh di pabriknya, dan kata dia alasan pabriknya adalah pabriknya mau bangkrut, apa yang ada dalam buku itu bikin aku nulis ini. Ingin kujelaskan padanya tentang efek dari Neo Liberalisme (yang suka dipakai oleh Orde Baru hingga hari ini dengan istilah manis yang membutakan sebagian besar rakyat Indonesia yaitu Globalisasi), tapi aku kemudian berfikir untuk kapasitas seorang buruh kasar yang biasanya menghabiskan 24 jam hidupnya dengan 8 jam bekerja, 8 jam tidur sebagai istirahat karena capek dan 8 jam sisanya dengan bermimpi dan berkhayal, apakah itu bermain poker, liat bokep, mabuk alcohol hingga memakai sarung kopyah dan mengharap surga dari Tuhan yang bahkan dia tidak mengetahui tentang itu kecuali dari kabar-kabar dari mereka yang berbicara ngelantur dengan bahasa Timur Tengah, kupikir membicarakan Neo Liberalisme dengan teori-teori ekonomi yang ribet tak akan mampu dicernanya dengan baik.
Lalu kugambarkan padanya sebuah cerita yang mungkin akan mudah diterimanya, kukutipkan kalimat dari halaman 9 buku itu, “Tak banyak yang perlu dilakukan untuk menyapu bersih dua puluh miliar dolar dari pasar obligasi dunia. Cukup satu kalimat pendek. Beberapa kata yang dipancarkan serentak ke setiap layar di seluruh ruang transaksi bursa di seluruh dunia: 12 April 14:46 GMT. Ketua Bank Sentral, Alan Greenspan menyatakan bahwa suku bunga di Amerika Serikat terlalu rendah dan tidak normal, dan akan segera naik.”. kukatakan pada temanku ini, 20 miliar dolar amerika jika di rupiahkan sekitar 180 triliun rupiah kan? Nah, si pengarang buku ini, mau bilang bahwa hanya dengan sebuah kalimat pendek diatas, duit yang jumlahnya ratusan triliun tadi hilang. Tentu saja teman satu ini bingung, hilang kemana med? Dicuri kah? Dirampok kah? Dibakar atau gimana? Trus hubungannya ma aku apa?

Aku juga mumet jelasinnya gimana ya? Akhirnya kusederhanakan jadi “katakanlah misalnya kamu punya hutang ma aku 1 juta buat modal usahamu, perjanjiannya kamu bayarnya nyicil selama 10 bulan dan tiap bulan kena bunga 10 persen, otomatis tiap bulan kamu mesti bayar ke aku kan 110 ribu nih, nah misalkan ta bilang di bulan ke tiga karena ada suatu hal maka bunganya naik jadi 50 persen, otomatis kan kamu mesti bayar ke aku tiap bulan 150 ribu, tentu usaha kamu bakal bermasalah bukan? Anggap saja usahamu paling banter dapet cuman 120 ribu tiap bulan, iya klo kemaren masih 110 ribu kamu masih ada sisa 10 ribu buat hidup, lha klo jadi 150 ribu buat bayar hutang, 30 ribu sianya dapet dari mana? Tentu usahamu bakal bangkrut bukan? Nah, dalam skala kecil, ucapanku yang naikin bunga hutangmu jadi 50% tadilah yang menjadikanmu bangkrut, asetmu yang nilainya 1 sekian juta tadi akan kamu jual untuk bayar hutangmu, dan disinilah kata “tersapu bersih” dalam kalimat Michael Ridpath tadi mungkin bisa kau pahami. Nah, katakanlah jika usahamu itu memiliki karyawan 3 orang, otomatis 3 orang tadi jadi pengangguran karena ucapanku tadi bukan? Lalu bisakah kau bayangkan, misalkan jika uang itu 180 triliun rupiah? Ada berapa pabrik yang gulung tikar? Ada berapa ribu atau bahkan juta manusia yang sebelumnya punya pekerjaan menjadi pengangguran? Jika pekerja tadi misalkan punya anak bayi yang mesti memberikan pada anaknya makanan bergizi, lalu berapa juta bayi yang bakal menderita gizi buruk? Jika buruh pabrik tersebut adalah seorang perempuan yang merantau dari desanya untuk mencari uang agar adiknya atau anaknya yang di desa bisa sekolah dan makan, maka berapa juta kemungkinan bahwa angka anak putus sekolah dan pelacur akan bertambah?”
Temanku ini terdiam tak percaya, lalu kemudian dia bilang “masak segitunya Med? Masak ucapan satu orang saja bisa bikin bencana sebegitu besar? Ga mungkin Med ada yang seperti itu!” kujawab, “oke mungkin itu khayalan si pengarang saja, gimana kalau ku bilang misalkan aku pengen beli sebuah perusahaan di Inggris sana, sebuah perusahaan mobil dengan karyawan sebanyak 1000 orang yang bekerja di perusahaan itu, aku punya uang banyak, karena adanya pasar saham, aku cukup beli seluruh saham perusahaan itu karena perusahaan itu termasuk di pasar modal, nah setelah ku beli itu perusahaan kemudian setelah sebulan aku males ngurus itu perusahaan, tidak kujual tetapi hanya aku tutup dan tidak lagi ber operasi, bisa nggak kulakukan itu? Itu kan perusahaanku, mau ku tutup kek, mau ku buka kek, itu urusanku kan? Kamu bisa bayangkan, bahwa aku memegang nasib 1000 orang bukan? Aku lah yang memegang periuk nasi mereka, aku lah yang memegang selimut bayi mereka, aku lah yang menentukan atap rumah mereka, dan dalam titik paling ekstrim bisa kau katakan AKU LAH YANG MEMEGANG HIDUP MEREKA!!! Padahal aku tak mengenal seorang pun dari mereka”
Dia begitu tercengang mendengar omonganku, dia berkata “benarkah dunia seperti itu Med? Benarkah seperti yang kau ceritakan itu?” aku tersenyum, kubilang “ aku mungkin berlebihan dalam berkhayal bagimu kawan, ya mungkin aku tukang khayal, tukang membual, tetapi jika kau tengok tulisan seorang bernama David Harvey dalam bukunya Neo Liberalisme dan Restorasi Kelas Kapitalis di halaman 56 bahwa asset dari tiga orang milyuner lebih besar dari total pendapatan 600juta orang, mungkin bualanku tadi tidaklah bualan tanpa dasar”….


Saat kita kecil, kita mendengar raja-raja dunia yang ingin disembah dan berlagak jadi Tuhan di Bumi, apakah itu Fir’aun, Namrud, bahkan raja-raja Jawa senang menggelari dirinya dengan gelar yang berarti pemangku semesta, tonggak nya bumi seakan dengan gelar itu mereka menisbahkan dirinya sebagai penguasa bumi, bahwa laju dunia dan semesta harus seijinnya, maka hari ini kuceritai kalian tentang khayalanku bahwa Fir’aun – Fir’aun tadi telah bermutasi menjadi lebih cerdas, lebih samar, lebih menawan, lebih luas kekuasaannya atas jutaan jiwa manusia lain, bahwa merekalah sesungguhnya yang menjadi TUHAN di Bumi Hari ini…


Salam.